Sering saya bertanya, siapa sih Tuhan
kita? Siapa Tuhannya Ibu dan Bapak? Tuhannya Mas, Tuhannya Mbak? Tuhannya
Saudara dan Kawan-kawan semua?
Ga ada yang berani mengatakan Tuhan kita
bukan Allah. Insya Allah kita akan mengatakan bahwa Tuhan kita adalah Allah.
Dan insya Allah memang Tuhan kita adalah Allah. Tapi yang jadi masalah kemudian
adalah bisa jadi ga murni. Ga bersih. Ada Tuhan lain bersama Allah.
Ya, ada Tuhan Tuhan lain yang kita
takuti, harapi, selain Allah. Kita percaya bahwa ada kekuatan yang lain yang
berkehendak atas diri Saudara, mengendalikan Saudara, menyebabkan Saudara bisa
begini dan begitu. Ga sepenuhnya Allah saja. Padahal semua peran itu harusnya
peran Allah. Semata peran Allah. Ga boleh ada yang lain. Dan ga ada yang lain
memang sebenernya. Tapi kenyataannya begitu. Kita masih percaya Tuhan Tuhan
yang lain di saat yang sama kita mengatakan bahwa Tuhan kita adalah Allah. Kita
percaya ada yang memberi rizki selain Allah. Kita percaya ada yang menyebabkan
kita ini payah, bagus, kuat, lemah, untung, buntung, sulit, mudah, hilang
barang, hilang duit, dapat barang dapat duit, selain Allah. Bahkan sebagian
dari kita, percaya bahwa kematian di tangan Allah. Allah Yang Menghidupkan dan
Mematikan. Namun pada saat yang sama, ia ternyata percaya juga bahwa ada yang
lain yang juga bisa menghidupkan dan mematikan.
Ada yang bertanya, masa sih? Engga ah.
Saya gantian nanya, masa engga? Bener
nih engga?
Ketika seseorang dibenturin sama ujian
hidup. Misal dia ga bisa bayar hutang, apa yang dia katakan? “Kalo saya ga bisa
bayar besok ini, saya bisa gawat nih...”
Keliatannya ga masalah kalimat ini. Tapi
buat saya ini masalah. Pantes aja ga ada ketenangan. Pantes aja jadi ga tenang.
Secara kalimat seperti memang begitu.
Sebab dia ga bayar hutang, besok bisa gawat. Pikiran seperti ini yang akan
bener-bener membuat dia gawat.
Seorang kawan malah bercanda dengan
saya. He he, katanya, loh, berarti Anda juga percaya dong? Buktinya Anda
percaya bahwa dia bener-bener akan gawat bila mempercayai dia akan gawat?
Harusnya Anda jangan percaya dan jangan mengatakan: “Jangan mikir begitu. Ntar
kejadian beneran.”
Cukup saya renungi kalimat candaan yang
juga mungkin ada benernya. Oke kita cari kalimat-kalimat yang aman. Bener. Jika
salah kita memakai kalimat, salah-salah bisa jelek tauhid kita.
Tidak ada yang berkuasa atas diri kita.
Termasuk pikiran kita. Kalau kita mikirnya baik, maka akan baik pula
kejadiannya. Jika kita berpikir buruk, jelek, kacau, maka semua yang kita
pikirin bisa terwujud. Kalimat ini masih harus ditambahin, bi-idznillaah,
dengan izin Allah. Atau: Maa Syaa-Allah. Laa quwwata illaa billaah. Apa-apa
semua Kehendak Allah. Tidak ada daya upaya kecuali dengan Kekuatan Allah. Jadi
panjang sih setiap kalimat kita. Tapi jadi aman. Belakangan tahun saya ya
begitu. Aman.
Dan tentu saja saya tidak menyarankan
Saudara lalu berkata buruk, lalu menempelkan kalimat: bi-idznillaah. Jangan.
Tetap saja harus pakai kalimat baik. “Dengan izin Allah (bi-idznillaah, insya
Allah besok akan baik-baik saja. Allah yang akan melunaskan hutang saya, dan
membuat situasi baik-baik saja.”
Kalimat positif pun harus tetap memakai
dan melibatkan Allah. Jika tidak, maka benarlah, kita berpindah Tuhan. Dari
Allah menjadi pikiran kita. “Pikiran kita akan mewujudkan keadaan”, begitu kata
pelaku-pelaku berpikir positif yang barangkali karena ketidaktahuannya tentang
tauhid jadi mengatakan itu. Ini kurang tepat. Harus hati-hati.
Sekali lagi, diri kita, pikiran kita,
tidak berkuasa atas kita. Namun tetap harus melatih diri dengan kalimat-kalimat
positif. Hanya, biasakan tetap memakai dan melibatkan Allah.
Kita coba liat kalimat lain:
“Besok saya bisa gawat nih kalau si
Fulan ga bayar hutangnya. Bisa-bisa saya ga bisa bayar hutang saya kepada yang
lain.”
Lebih baik mengatakan apa? Supaya
“keadaan orang lain yang tidak bayar hutang kepada Saudara” lalu jadi Tuhan,
yang akan membuat Saudara gawat atau tidak gawat?
Ya ubah dulu kalimatnya. Sertakan
sedikiiiiiiit asma-Nya. Nama-Nya. “Maasyaa-Allaaah... Mudah-mudahan si Fulan
besok diizinkan Allah bayar hutangnya ke saya. Sehingga mudah-mudahan saya bisa
bayar hutang saya kepada yang lain. Bila tidak, saya berdoa sama Allah, supaya
darimana saja tetap Allah hadirkan jalan supaya saya bisa bayar hutang ke orang
lain.”
Kalimat itu akan lebih panjang. Tapi
aman secara tauhid.
Saya dulu ga terlatih. Dengan izin
Allah, saya mulai belajar. Kadang-kadang saya pakai juga namanya, tapi saya
tetap tidak bersih juga dalam penyebutannya.
Contoh: “Ya Allah, kalau engga mobil nih
besok, ga bakalan bisa jalan nih kondangan ke Garut...”
Lihat. Ini nyebut Allah juga, tapi tidak
meninggalkan Tuhan yang lain. Coba lihat. Coba baca lagi. ada ga Tuhan yang
lain? Ada. Yakni mobil. Kalo ada mobil, bisa jalan ke Garut. Ga ada mobil, ga
bisa ke Garut. Dan di kalimat itu, tetap menyebut Allah. Tapi ternyata masih
menyebut yang lain.
Ribet ya? Itu kan ungkapan biasa...
Begitu kata sebagian kita. Tapi dari sini semua ketenangan dan ketidaktenangan
bisa terjadi. Bulet saja Tuhannya Allah. Sehingga otomatis semuanya pun akan
menjadi baik. Saya dengan izin Allah kemudian belajar mengatakan, “Ya Allah,
tolong adain mobil ya. Plus rizki bensin, kesehatan, kelapangan, keselamatan.
Besok saya mau ke Garut...”
Udah, begitu aja. Sehingga jadi doa aja.
Bukan jadi keluhan, ketakutan, kekhawatiran. Kalo emang kita ga yakin bakal
diizinkan Allah dapet mobil, tambahin kalimatnya: “... Kalau emang ga ada
mobil, berarti saya ga diizinkan pergi oleh-Mu yaa Allah. Kalau bisa sih, tetap
izinkan. Atau Engkau aturkan yang terbaik.”
Aman dah tuh. Masih aman.
Siapa Tuhan kita? Itu sangat berpengaruh
dalam kehidupan kita.
Tulisan ini masih perlu Saudara ulangi
bacanya.
Saya kepengen sekali Saudara membaca 2
atau 3x. Karenanya saya minta Saudara mengirim ke modul tugas jawaban atau
berita: Ya, saya sudah baca 2-3x. Supaya saya diizinkan Allah jadi tahu bahwa
Saudara bener mengulangi baca artikel pertama di Kuliah Tauhid II ini.
Insya Allah saya lampirkan tausiyah saya
yang sedikit bertutur tentang Siapa Tuhan kita? Mudah-mudahan Saudara berkenan
mendownloadnya. Bismillaah nanti ketika mendownloadnya.
(+) Situ ga bismillaah nih ngajar...?
(-) Sok tau...
(+) Ga ada tuh tulisannya bismillaah.
(-) Iya. Ga ada. Oke deh. Sekalian saya
kasih tau. Di setiap kegiatan belajar mengajar, dan apa-apa yang terkait dengan
KuliahOnline, awali dengan bismillaah dan akhiri dengan alhamdulillaah. Awal
dan akhir menyebut nama Allah. Dengan Nama Allah (bismillaah) dan Segala Puji
bagi Allah. Menandakan dari awal hingga akhir tidak bisa lepas dari Allah.
Meniadakan juga kesombongan, keangkuhan, bahwa semua itu adalah saya. Aku. Kita
hilangin dengan membaca basmalah dan hamdalah. Namun untuk kemudahan penulisan
dan lain sebagainya, saya ga menulis lagi. Tapi upayakan dan diupayakan baca.
Kalimat ini untuk saya dan untuk Saudara semua. Sungguhpun ga tertulis. Tapi
Saudara dan saya, kita semua, sama-sama baca.
(+) Kenapa sih ga dituliskan saja? Kan
lebih aman. Sertakan saja di awal. Bismillaah... Dan di akhir: Alhamdulillaah.
(-) Ga mesti tertulis.
(+) Ya terserah.
(-) Gimana menurut Saudara?
Salam hormat,
Yusuf Mansur.
(+) Tuh, tetap kan ga alhamdulillaah...
(-) He he he, udah pamit tuh... Udah
nyebut salam.
(+) Tapi ga Assalaamu’alaikum tuh... Dan
ga ber-alhamdulillaah.
(-) Duh...
(+) Koq duh...?
(-) Iya. Iya. Alhamdulillaah.
Wassalaamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh.
(+) Wa’alaikumussalaam warahmatullaahi
wabarakaatuh. Kayak nulis surat ya?
(-) Udah salam tuh.
(+) Iya. Tahu. Ini kayak nulis surat.
Pake salam di awal dan di akhir.
(-) Makanya, biasa aja dah...
(+) Iya dah. Kan saya juga mau belajar.
(-) Ok kawan-kawan semua. Download ya
materi tausiyah yang kami sertakan atas izin Allah di perkuliahan perdana
setelah Mukaddimah kemaren. Kepada Allah kita berdoa semoga kita semua bisa
menjadi lebih baik lagi tauhidnya, imannya, islamnya, dan amal salehnya. Salam
buat semua keluarga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar